Jakarta, 23 Januari 2017
Pantas saja, apabila sejumlah ulama dan tokoh ulama besar di Indonesia
melarang aksi 21 Februari 2017 atau dikenal dengan #Aksi 212# Jilid II.
Rais Aam PBNU dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Maaruf Amin
menyebut aksi tersebut Politis dan melarang umat Islam mengikuti aksi
tersebut (Detik.Com 20/2/2017).
Kemudian Muhamadiyah melalui Pimpinan Pusat DR Haedar Nashir, MSI
menyatakan menilai aksi tersebut tidak bermanfaat dan dipelopori
kelompok radikal Islam (CNN, senin, 20/02/2017). selanjutnya Ketua
Lembaga kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PBNU
Ulama Rumadi Ahmad menegaskan menolak aksi 21 Februari 2017 karena
bermuatan politis.
Kenyataannya Aksi yang bersifat politis itu membawa salah satu
agendanya yaitu “Stop Kriminalisasi Ulama”. Isu ini sebelumnya pernah
dilemparkan FPI beberapa bulan yang lalu untuk mencari dukungan
Politis, Ulama dan Umat Islam atas beberapa kasus yang menjerat Rizieq
Shihab, dan membentuk opini masyarakat, seolah-olah pemerintah dan Polri
mengkriminalisasi Ulama serta Umat Islam secara menyeluruh.
Isu ini membuktikan ada upaya DELIBERASI hukum yang mana hukum
ditarik ke ranah sosial atau politik dan diperdebatkan atau diskursus,
harapannya memunculkan ketidakpercayaan (distrust) kepad struktur hukum
(CJS) dan kepada substantive atau hukum itu sendiri dan akhirnya
tuntutan social justice bukan lagi legal justice.
Selain itu kasus yang menjerat Rizieq Shihab dan kroninya bukan
serta merta mewakili Ulama, karena penegakkan hukum dilakukan terhadap
perseorangan (person) bukan seperti sekarang dikaitkan dengan ulama dan
perjuangan islam, dan penegakkan hukum terhadap Rizieq dan kroninya
semata-mata equality before the law di negara hukum yang berlaku di
Indonesia.
Menurut Direktur ICJR Supriyadi Widodo pembahasan dugaan
kriminalisasi ulama sebaiknya berbicara masalah hukum dan fokus terhadap
kualitas bukti-bukti yang digunakan untuk menjerat para ulama dan
membuktikan kepada publik (Tirto.id 22/02/2017). Artinya Rizieq Shihab
dan kroninya jangan menggunakan langkah-langkah politis untuk
mengintervensi penegak hukum agar perbuatan yang dilakukannya berlindung
dalan bingkai Ulama dan Perjuangan Islam untuk menjadi kebal hukum.
Hal senada dikemukakan oleh Anggota Komisi III DPR Dwi Ria Latifa
untuk mempercepat penyidikan yang bertujuan menghindari kesan adanya
upaya kriminalisasi ulama. Selanjutnya percepatan penyidikan dinilai
untuk memastikan ada atau tidak unsur pelanggaran hukum (Sindonews.com
22/02/2017).
Dengan demikian bahwa isu “Kriminalisasi Ulama” ini telah “Salah
Kaprah”. Rizieq Shibab nampaknya takut menghadapi hukum atas beberapa
kasus yang menjeratnya. Kami sebagai umat Islam tidak mau dipecah belah
oleh ulah perorangan atau perjuangan seseorang yang mengatasnamakan
Ulama dan Umat Islam, yang pada kenyataannya nyatanya mereka mau
menghindar dari hukum atas perbuatannya yang dilakukannya sendiri.
Biarlah hukum berjalan dan jangan diintervesi, serta biarlah hukum
mencoba membuktikan perbuatan orang yang sering mengatasnamakan Ulama
dan Umat Islam. Setelah itu baru masyarakat dan Umat Islam dengan bebas
dapat menilai apakah terjadi Kriminalisasi atau hanya pembiasan belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar