Kamis, 23 Februari 2017

Komisi III dan Praktisi Hukum Sebut Tidak Ada Kriminalisasi Ulama

Praktisi Hukum Henry Yosodiningrat menilai dugaan kriminalisasi ulama yang dituduhkan pada Polri salah alamat. Menurutnya, tidak ada kriminalisasi ulama.

“Ulamanya siapa yang dikriminalisasi. Kriminalisasi itu perbuatan yang sesungguhnya bukan perbuatan pidana, dipaksakan untuk dipidanakan. Nah, ketika seseorang yang diperiksa sebagai tersangka atas satu perbuatan telah memenuhi unsur dari pasal yang disangkakan, itu bukan kriminalisasi,” tegas Hendry lewat sambungan telpon, Kamis (23/2).

Menurutnya, tiap orang memiliki kedudukan yang sama di muka hukum. “Tidak berarti kalau dia seorang ulama, tidak boleh diperiksa, karena kan ada tindakan yang bisa dikelompokkan sebagai tindak pidana,” lanjutnya.

Henry menambahkan, langkah Polri sudah tepat. Dia meminta masyarakat menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

“Terbukti atau tidak, itu nanti di pengadilan. Jangan setiap diperiksa mengatakan itu dikriminalisasi, dll. Sadar nggak dengan apa yang dilakukan, introspesksi diri dong. Itu udah melanggar hak orang lain, jangan buat perpecahan atau mengadu domba,” jelasnya.

Tidak adanya dugaan kriminalisasi ulama oleh Polri juga ditegaskan Anggota Komisi III Teuku Taufiqulhadi.  Sejauh ini, Taufiqulhadi tidak melihat ada ulama yang dikriminalisasi oleh polisi.

“Ini udah jelas tidak ada. Kriminalisasi terhadap ulama dalam hal ini merupakan pandangan sepihak, seakan-akan dianggap benar,” jelasnya saat dihubungi Kamis (23/2).

Taufiqulhadi meminta masyarakat memahami makna kriminalisasi. “Kriminalisasi bisa ke siapa saja, misalnya anggota DPR tak berbuat salah, lalu polisi membuat bermacam-macam rekayasa agar bersalah, itu kriminalisasi. Kalau tak ada fakta, dibuat-buat, itu kriminalisasi. Tak peduli anggota DPR, ulama atau siapapun,” urainya.

Kedepannya Taufiqulhadi berharap, tak usah berprasangka buruk pada Polri. “Berikan kesempatan kepada penegak hukum untuk menyelesaikan ini,” sambung Taufiqulhadi.

Sementara itu terkait dugaan kriminalisasi ulama, baik terhadap Imam Besar FPI Rizieq Syihab atau Ketua GNPF MUI Bachtiar Nasir, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar mengaku tidak begitu mendalami.

Dia menghimbau kepada Polri untuk mendorong penegakan hukum yang terang dan berkeadilan. “Saya ngga tahu persis. Saya ngga mendalami kasus itu. Apapun alasannya, kriminalisasi itu tak bisa dibenarkan ya,” tutup Dahnil.

SALAH KAPRAH TENTANG KRIMINALISASI

Jakarta, 23 Januari 2017
Pantas saja, apabila sejumlah ulama dan tokoh ulama besar di Indonesia melarang aksi 21 Februari 2017 atau dikenal dengan #Aksi 212# Jilid II.  Rais Aam PBNU dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Maaruf Amin menyebut aksi tersebut Politis dan melarang umat Islam mengikuti aksi tersebut (Detik.Com 20/2/2017).

Kemudian Muhamadiyah melalui Pimpinan Pusat DR Haedar Nashir, MSI menyatakan  menilai aksi tersebut tidak bermanfaat dan dipelopori kelompok radikal Islam (CNN, senin, 20/02/2017).  selanjutnya Ketua Lembaga kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PBNU Ulama Rumadi Ahmad menegaskan menolak aksi 21 Februari 2017 karena bermuatan politis.

Kenyataannya  Aksi yang bersifat politis itu membawa salah satu agendanya yaitu “Stop Kriminalisasi Ulama”.  Isu ini sebelumnya pernah dilemparkan FPI beberapa bulan yang lalu  untuk mencari dukungan Politis, Ulama dan Umat Islam atas beberapa kasus yang menjerat Rizieq Shihab, dan membentuk opini masyarakat, seolah-olah pemerintah dan Polri mengkriminalisasi Ulama serta Umat Islam secara menyeluruh.

Isu ini membuktikan ada upaya DELIBERASI hukum yang mana hukum ditarik ke ranah sosial atau politik dan diperdebatkan atau diskursus, harapannya memunculkan ketidakpercayaan (distrust) kepad struktur hukum (CJS) dan kepada substantive atau hukum itu sendiri dan akhirnya tuntutan social justice bukan lagi legal justice.

Selain itu kasus yang menjerat Rizieq Shihab dan kroninya bukan serta merta mewakili Ulama, karena penegakkan hukum dilakukan terhadap perseorangan (person) bukan seperti sekarang dikaitkan dengan ulama dan perjuangan islam, dan penegakkan hukum terhadap Rizieq dan kroninya semata-mata equality before the law di negara hukum yang berlaku di Indonesia.

Menurut Direktur ICJR Supriyadi Widodo pembahasan dugaan kriminalisasi ulama sebaiknya berbicara masalah hukum dan fokus terhadap kualitas bukti-bukti yang digunakan untuk menjerat para ulama dan membuktikan kepada publik (Tirto.id 22/02/2017). Artinya Rizieq Shihab dan kroninya jangan menggunakan langkah-langkah politis untuk mengintervensi penegak hukum agar perbuatan yang dilakukannya berlindung dalan bingkai Ulama dan Perjuangan Islam untuk menjadi kebal hukum.

Hal senada dikemukakan oleh Anggota Komisi III DPR Dwi Ria Latifa untuk mempercepat penyidikan yang bertujuan menghindari kesan adanya upaya kriminalisasi ulama. Selanjutnya percepatan penyidikan dinilai untuk memastikan ada atau tidak unsur pelanggaran hukum (Sindonews.com 22/02/2017).

Dengan demikian bahwa isu “Kriminalisasi Ulama” ini telah “Salah Kaprah”. Rizieq Shibab nampaknya takut menghadapi hukum atas beberapa kasus yang menjeratnya. Kami sebagai umat Islam tidak mau dipecah belah oleh ulah perorangan atau perjuangan seseorang yang mengatasnamakan Ulama dan Umat Islam, yang pada kenyataannya nyatanya mereka mau menghindar dari hukum atas perbuatannya yang dilakukannya sendiri.

Biarlah hukum berjalan dan jangan diintervesi, serta biarlah hukum mencoba membuktikan perbuatan orang yang sering mengatasnamakan Ulama dan Umat Islam.  Setelah itu baru masyarakat dan Umat Islam dengan bebas dapat menilai apakah terjadi Kriminalisasi atau hanya pembiasan belaka.

Selasa, 21 Februari 2017


JAKARTA - Aparat gabungan TNI/Polri bersiaga mengamankan aksi massa 21 Februari di depan gedung DPR. Sejumlah kendaraan taktis juga dikerahkan ke lokasi unjuk rasa. Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya pun ikut terjun langsung dalam pengamanan Aksi 21 Februari di depan gedung DPR/MPR.

 
Di perkirakan massa aksi yang datang mencapai kurang lebih 10.000 orang, hingga berimbaskan kemacetan di depan gedung DPR/MPR.
 
POLRI dan TNI mengaharapkan Aksi 21 Februari ini berlangsung dengan aman dan bila tejadi kericuhan (Anarkis) POLRI dan TNI siap untuk menindak tegas sesuai peraturan yang berlaku.

Senin, 20 Februari 2017

PKS ADALAH PARTAI KOMUNIS



NU beberapa tahun lalu merilis pernyataan yang cukup mengejutkan yaitu menyatakan bahwa PKS itu adalah antek Komunis Yahudi dan "Boneka" Amerika Serikat. Pengamat politik internasional KH Hasyim Wahid (Gus Iim) menyatakan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), salah satu partai politik berbasis Islam yang mulai berkembang di Indonesia hanyalah mainan baru Amerika Serikat.

Dikatakannya, keadaan dunia berubah pasca perang dingin. Dunia menjadi kawasan pasar bebas sehingga dikehendakilah masyarakat yang pro pasar. Sementara kelompok Islam tradisionalis dan modernis dianggap terlalu nasionalis untuk bisa menyesuaikan diri dengan pasar bebas. ”Maka dimunculkanlah Islam baru yang namanya PKS, yang lebih sesuai dengan pasar global,” katanya.

Gus Iim berbicara dalam acara refleksi akhir tahun bertajuk NU dalam Konstalasi Politik Nasional yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau IKA-PMII di aula gedung PBNU Jakarta, Kamis (18/12).

Menurut adik kandung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini, sebagai organisasi yang berjenjang global, PKS terpolarisasi dalam beberapa kelompok. “Di dalamnya memang retak-retak. Yang satu berkiblat ke Departemen Luar Negeri Amerika, satu lagi terkait dengan DI/TII tapi semuanya Amerika juga,” katanya.

Menurut Gus Iim, reformasi Indonesia sebenarnya tidak ada. Yang ada hanyalah peristiwa penjatuhan Soeharto oleh Amerika Serikat. Menurutnya, pasca perang dingin Amerika sudah tidak perlu lagi “centeng” di beberapa negara, termasuk Soeharto.

"Gelombang demokratisasi itu sebenarnya tidak ada. yang ada adalah cerita bahwa Amerika sedang sibuk membawa pembaharuan pengelolaan ekonomi di negara kaya minyak dan mineral,” katanya.

Bersamaan dengan itu kelompok Islam tradisionalis dan modernis dianggap sudah tidak dibutuhkan.

Dikatakannya, sebelumnya memang dimunculkan dikotomi Islam tradisionalis dan Islam modernis. Islam yang tradisionalis dalam hal ini diwakili oleh Nahdlatul Ulama (NU) disingkirkan. Kelompok yang identik dengan kaum sarungan ini dianggap tidak layak turut serta dalam pembangunan ekonomi sehingga dianggap tidak berhak mendapatkan akses.

Namun, lanjut Gus Iim, meski tak mendapat akses langsung, kelompok tradisionalis bergerak dan berkembang terus. Anak-anak dari kelompok sarungan ini belajar berbagai macam disiplin ilmu, selain ilmu keagamaan, sehingga bisa beraktifitas di mana-mana.

”Orang sekarang kaget melihat orang NU paling rapak ilmunya,” katanya. ”Betapa NU tumbuh dengan luar biasa, tanpa fasilitas negara. Sekarang kalau ada anak NU berusia 30, kalau dikasih kesempatan akan bisa melobi negara di dunia manapun.”

Dalam hal pengembangan teknologi informasi, tambahnya, orang akan kaget melihat peringkat dalam www.alexa.com, situs pemantau rating website seluruh dunia, dimana media informasiNU Online www.nu.or.id menjadi website organisasi sosial kemasyarakatan yang paling banyak dikunjungi di dunia. ”Menurut kenyataan ini, kaum sarungan sudah tidak dianggap enteng,” kata Gus Iim. (nam)



Dikutip dari NU Online

HIMBAUAN TERHADAP UMAT ISLAM TIDAK IKUT AKSI 21 FEBRUARI


Menjadi pertanyaan besar di dalam benak pikiran kita, kenapa banyak sekali himbauan tidak ikut aksi 21 Februari 2017???

Muhamadiyah melalui Pimpinan Pusat menyatakan  menilai aksi tersebut tidak bermanfaat dan dipelopori kelompok radikal Islam (CNN, senin, 20/02/2017).  Selain itu Ketua Lembaga kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia ( Lakpesdam) PBNU Ulama rumadi Ahmad menegaskan menolak aksi 21 Februari 2017 karena bermuatan politis (Tempo.com , senin, 20/02/2017).
Sebelum dijelaskan lebih lanjut, perlu diketahui beberapa agenda 21 Februari 2017 yang akan digelar di depan Gedung DPR Jakarta, sebagai berikut: Copot Gubernur Jakarta; stop krimalisasi Ulama; Stop Penangkapan Mahasiswa; Penjarakan Penista agama.

Mari kita kupas lebih dalam lagi tuntutan dalam aksi 21 Februari 2017. Pertama Copot Gubernur Jakarta dan Penjarakan Penista agama, Isu-isu ini sedang ditangani secara konstitusional dan percayakan kepada pemerintah menanganinya. kedua Ulama tersebut di atas menilai aksi tersebut lebih kepada unsur politis, yang ada kaitannya dengan Pilgub DKI 2017 dan tidak ada mamnfaat dan diselenggarakan oleh kelompok Radikal.

Kedua, Stop kriminalisasi Ulama.  Yang menjadi pernyataan besar adalah Ulama mana yang dikriminalisasi. Apabila Rizieq Shibab dan kroninya berhadapan dengan hukum dan ada yang melaporkannya, apa salah kepolisian memproses dan menindaklanjutinya?. Atau Polri harus diam dan pura-pura tidak tahu, supaya tidak disebut mengkriminalisasi ulama. Perlu dijelaskan didalam hukum kita mengenal azas Equality Before The Law ( Perlakuan yang sama di muka hukum), artinya Polri tidak boleh diam dan harus menindaklanjutinya.

Kemudian yang menjadi pertanyaan lagi, apakah Rizieq Shihab dan kroninya mempresentasikan Ulama di Indonesia, ternyata tidak. Karena kedua Ulama di atas juga menolak dan menghimbau agar tidak ikut aksi 21 Februari 2017. Artinya bahwa kedua ulama tersebut tidak merasa sedang dikriminalisasi, itu hanya bisa-bisanya saja dan dikait-kaitkan agar dapat dukungan dari umat Islam.
Ketiga, Stop Penangkapan Mahasiswa. Mahasiswa mana yang ditangkap dan apa kaitannya aksi 21 Februari 2017 ini dengan penagkapan mahasiswa. Penyampaian pendapat dimuka umum telah di atur dalam UU NO Tahun 1998, apabila ada sekelompok massa melakukan aksi demo tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, apakah polisi harus diam?. Salah besar apabila polisi diam dan tidak melakukan apa-apa serta suatu kewajaran apabila polisi membubarkannya.

Jadi poin ketiga jelas hanya mengada-ada, dan merupakan suatu strategi kelompok radikal untuk membawa mahasiswa ke ranah politis dalam aksi 2017 tersebut dan mencari dukungan mahasiswa.
Dapat ditarik kesimpulan aksi 21 februari 2017 ini untuk kepentingan seseorang dan kelompok radikal yang takut menghadapi hukum karena perbuatannya sendiri dan parahnya meraka sudah membabi buta mencatut nama Panglima TNI dan Kopasus seolah-olah masuk dalam lingkaran aksi tersebut. Oleh kerena itu, kita sebagai  Umat Islam dan masyarakat Indonesia jangan mudah terprovokasi dan terpecah belah dengan orang atau kelompok radikal yang mengatasnamakan umat Islam.

Sudah saatnya kita dengarkan himbauan dari petinggi PBNU dan Muhamadiyah, agar bangsa kita tetap satu dalam bingkai NKRI. # Mari Tolak Aksi 21 februari 2017# merdeka...merdeka....Allohu Akbar...Allohu Akbar....Allohu Akbar.

Senin, 13 Februari 2017

TNI DAN POLRI MENGHIMBAU KEPADA MASYARAKAT UNTUK BERSIKAP JUJUR DAN ADIL DALAM PEMILUKADA


Dalam pelaksanaan Pemilukada ada beberapa point penting yang harus diperhatikan, maka dari itu Kapolda Metro Jaya menghimbau dan menekankan point point penting. “Jaminan Ham dan Pemilihan yang bebas dan jujur ” jelas Kapolda Metro. Sisa masa tenang paslon dan tim tidak ada yang melaksanakan kampaye, tidak ada ancaman untuk menggunakan hak pilih, himbauan juga ditujukan kepada pemilih agar tidak menggunakan KTP Palsu atau mengaku atas nama seseorang. Dan yang terakhir, akan adanya indikasi Money Politik Polda telah membuat Tim Khusus OTT untuk menindak lanjuti Money politik tersebut.
Selain Kapolda Metro Jaya, Pangdam Jaya Mayor Jenderal TNI Teddy Lhaksmana juga menyampaikan beberapa kerja sama yang akan dilaksanakan bersama Polri guna mengamankan Pemilukada tahun ini. ” TNI akan membackup Polda Metro Jaya semaximal mungkin, berapapun personil yang diminta kodam jaya akan siap membantu” tambah Pangdam Jaya. Mari kita bersama mewujudkan komitmen pelaksanaan pemilukada yang lancar dan sukses
KPU juga sudah menyiapkan kebutuhan logistik H-1 di 13 ribu TPS, jajaran KPU pun sudah siap melaksanakan pemungutan suara. Pemilih harus membawa c6 dan yang belum membawa bisa hadir karena c6 bukan merupakan persyaratan memilih, tetap bisa memilih dengan menunjukan e-ktp disertai Kartu Keluarga. Pemilih yang belum terdaftar tidak akan kehilangan hak pilihnya. Dalam pemilihan nanti masyarakat tidak boleh membawa hp atau kamera didalam bilik suara, setelah selesai wajib memberi tanda pada jari hingga ke kuku tangan.
Perhitungan suara di kecamatan, apabila salah satu paslon belum mencapai 50 persen maka akan dilaksanakan putaran ke 2 pada tgl 19 april, namun jika terdapat persidangan di MK karena adanya pihak paslon yang melaporkan keberatan atas hasil pemilu maka putaran kedua bisa dilaksanakan pada bulan Juni
Dalam kesempatan press releas kali ini Bawaslu pun tak ingin tinggal diam dan memberikan perincian kesiapannya dalam menunjang Pemilukada yaitu Bawaslu sudah menyiapkan diri, dan siap menempatkan anggotanya di 13.023 TPS. Pada 14 februari seluruh jajaran bawaslu dan jajaran satpol pp tni polri sudah standby diseluruh TPS. Untuk masa tenang ini relawan dan simpatisan tidak ada lagi yang memasang atribut kampanye. Terkait adanya pelanggaran kampanye, politik uang tidak hanya berbentuk uang tapi pemberian barang lainnya pun termasuk didalamnya, terdapat sanksi pidana. Tidak ada paslon yang melakukan kegiatan kampanye sedikitpun selama hari tenang sampai pelaksanaan pemilukada, karena sanksinya  pencalonannya dapat dibatalkan. Untuk semua paslon dan masyarakat menjaga komitmen pelaksanaan pemilukada yang damai dan tertib.
Sekali lagi dihimbau kepada masyarakat agar tidak takut untuk memberikan suaranya sesuai dengan isi hati dan tanpa paksaan, jika ada money politik segera laporkan ke kami dan akan segara ditindak lanjuti oleh petugas. Semoga Pemilukada ini berjalan aman tertib dan memuaskan untuk masyarakat.

Minggu, 12 Februari 2017

INI LAH TOKOH YANG MENENTANG PEMERINTAHAN INDONESIA


Dalam Aksi "damai" di Masjid Istiqlal tanggal 11 Februari 2017 kemarin, Sekjen Forum Umat Islam Gatot Saptono alias Muhammad Al Khaththath, sukses memperalat ribuan massa peserta Aksi 112 dengan membaiat Muhammad Rizieq Shihab sebagai imam besar umat Islam Indonesia.
Di akhir "tausiyah" provokatifnya, Gatot sengaja menyelipkan ajakan berbaiat dan meminta seluruh peserta aksi mengikuti ucapannya untuk bersumpah Dengan Menyebut Nama Allah berbaiat pada Rizieq Shihab.
Para jamaah diminta menaati seruan itu sambil mengacungkan jari terlunjuk tangan kanannya ke atas.
Berikut ini adalah bunyi Baiat alias Janji Sumpah Setia tersebut:
“Aku bersumpah Demi Allah yang Maha Agung, aku siap berjuang mengorbankan jiwa dan harta untuk bela Allah, bela Rasul, bela Ulama, bela Quran, bela islam. Siap berjuang bersama para ulama di bawah komando Imam Besar umat Islam Habib Rizieq Syihab.
Siap untuk memenangkan gubernur yang sesuai dengan kriteria fatwa Majelis Ulama Indonesia. Aku siap berjuang memenangkan pemimpin yg sesuia dengan kriteria fatwa Majelis Ulama Indonesia yaitu pemimpin muslim yang beriman dan bertakwa pada Allah SWT. Semoga Allah jadi saksi atas apa yang aku ucapkan”.
Gatot Saptono alias Muhammad Al Khathtath adalah seorang caleg gagal asal Pasuruan, Jawa Timur. Sebelum menjadi Sekjen FUI, Khaththath adalah salah seorang pimpinan di Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sebuah organisasi transnasional berbasis di London, Inggris, yang menentang Demokrasi dan mengusung Khilafah dengan tujuan mendirikan kembali Negara Islam Indonesia di bumi pertiwi.
Pada 2011, Khaththath bahkan mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi Islam (DRI). DRI yang strukturnya mirip pemerintahan revolusioner itu sengaja disiapkan untuk mengganti pemerintahan yang sah pasca kejatuhan Susilo Bambang Yudhoyono jika sang presiden tak kunjung membubarkan Ahmadiyah di Indonesia.
Orang-orang seperti Gatot inilah yang sebenarnya merusak Islam dari dalam dengan menyebarkan Hasutan Penuh kebencian dan amarah serta Provokasi dengan bertujuan merusak kebhinekaan republik ini.
Yang lebih miris lagi, penyebaran ujaran kebencian dan pembaiatan ala ISIS ini dilakukan di dalam Bait Allah yang suci.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10155031517982458&id=693492457