Selasa, 07 November 2017

Hina Orang Bugis, JK: Mahathir Harus Minta Maaf




Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad meminta maaf atas hinaan terhadap suku Bugis yang dilontarkannya dalam pidato kontroversial pada 14 Oktober 2017 lalu.


Kalla mengatakan bahwa dirinya terkejut saat mengetahui pidato Mahathir yang memberiikan pernyataan menghina terhadap rival politiknya dengan menyatakan bahwa Perdana Menteri Datuk Seri Najib Tun Razak adalah perompak karena berasal dari suku Bugis.

"Pertama sebagai orang Bugis saya protes dan terkejut. Maka, Mahathir harus minta maaf. Karena orang Bugis itu bukan hanya ada di Sulawesi Selatan, tapi di seluruh Indonesia, bahkan di Malaysia," kata Kalla, di Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Kalla menambahkan, Mahathir harus meralat pernyataannya tersebut karena dianggap melukai suku Bugis, dan tidak seharusnya pernyataan tersebut dilontarkan dalam pidato Mahathir dalam orasi politiknya di Lapangan Harapan, Petaling Jaya, Kuala Lumpur, Sabtu malam (14/10/2017).

"Mahathir harus meralat, jangan dihubung-hubungkan (soal suku)," ujar Kalla, yang keturunan Bugis tersebut seperti yang dilansir dari Antara.

Dalam pidato politiknya beberapa waktu lalu menyebutkan secara gamblang bahwa etnis keturunan Bugis sebagai pencuri dan penyamun. Setelah muncul pernyataan tersebut, Mahathir mendapatkan berbagai reaksi dan kecaman terutama dari masyarakat keturunan Bugis.

Protes keras disampaikan oleh Persatuan Perpaduan Rumpun Bugis Melayu Malaysia (PPRBMM) di hadapan Yayasan Kepemimpinan Perdana pada 18 oktober 2017, akibat pernyataan Mahathir tersebut.

Mereka mendesak Mahathir memohon maaf dan menarik balik pernyataannya yang mengatakan Bugis sebagai lanun.

Senin, 06 November 2017

Polisi Nilai Tidak Perlu Membentuk TGPF Kasus Novel Baswedan



Jakarta – Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Rikwanto mengatakan saat ini kepolisian melakukan evaluasi dalam proses pengusutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Kepolisian tengah menelusuri berbagai alternatif dalam penyelesaian kasus tersebut.

“Ya kan segala sesuatunya itu pasti ada evaluasi. Apabila beberapa alternatif itu tidak bisa dibuktikan setelah diupayakan pembuktiannya tentu dicari alternatif lainnya,” kata Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta, 3 November 2017.

Menurut Rikwanto, rencana pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) tak perlu dilakukan. Sebab, hal itu akan menimbulkan risiko adanya tren pembentukan TGPF lainnya, jika para korban tindak pidana merasa kasusnya diusut cukup lama oleh kepolisian.

“Jadi bukan hak spesial kasus Novel ini saja. Semua orang punya hak yang sama. Penyidik itu sungguh-sungguh dan bantulah memberikan informasi yang signifikan kalau perlu agar kasus ini cepat terungkap,” ujarnya.

Rikwanto berharap agar koalisi masyarakat sipil yang mewacanakan TGPF untuk aktif memberikan berbagai informasi baru kepada Polri agar semakin mempercepat penyelesaian kasus Novel.

“Jadi jangan punya informasi, punya bahan bagus untuk mengungkap tapi dipegang saja dengan alasan nanti TGPF saya buka. Itu namanya malah menghambat, malah lama,” ucapnya.

Rikwanto menegaskan kepolisian serius menangani kasus Novel. Namun, upaya pemeriksaan kepolisian terhadap puluhan saksi, ratusan CCTV dan para saksi ahli masih belum menemukan titik terang. Kepolisian juga telah melakukan berbagai investigasi dan olah tempat kejadian perkara berulang-ulang.

“Memang belum ketemu. Dan itu natural saja dalam proses penyelidikan. Makanya ke depan kita akan buka lagi ruang alternatif lain untuk membuka cakrawala baru di mana mulainya penyelidikan ini,” kata Rikwanto.

Penanganan kasus penyerangan Novel Baswedan sudah lebih dari 200 hari, tapi hingga kini, kepolisian belum menemui titik terang. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ari Dono mengatakan kepolisian kesulitan mengungkap pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Ari Dono mengatakan kasus ini serupa dengan kasus dengan pola tabrak lari yang sulit untuk diungkap. Ari Dono bercerita, kasus tabrak lari ada yang empat tahun baru tertangkap pelakunya. “Puluhan saksi diminta keterangan tapi belum menunjukkan peristiwa itu terbuka,” kata Ari Dono.

Penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terjadi pada 11 April 2017. Ia diserang menggunakan air keras oleh dua orang tak dikenal setelah melaksanakan salat subuh di Masjid Al-Ikhsan, dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Selasa, 10 Oktober 2017

Kompolnas: Jangan Menebar “Kebencian” Dengan Isu Senjata Api


Saya memandang perlu mengingatkan kembali agar turutilah perintah Presiden untuk jangan “gaduh”.

Saya berharap jangan ada upaya menebar kebencian di negara damai ini.
Akan tetapi, kegaduhan sepertinya terjadi lagi ketika ada konferensi pers sebagai mana dikutip dari http://nasional.kompas.com/read/2017/10/10/11585461/tni-senjata-yang-dibeli-polri-punya-kecanggihan-luar-biasa 

Disisi lain, perlu kiranya banyak hal diluruskan sebagai dampak dari siaran pers tersebut, guna mencerdaskan kehidupan bangsa ini.

Bahwa peluncur granat kaliber 40 X 46 mm selain dapat diisi amunisi tajam, juga dapat diisi dengan amunisi asap, Gas air mata dan amunsi latihan.

Amunisi tajam hanyalah untuk upaya Ultimumremedium. Dalam penggunaan amunis tajam, diproyeksikan untuk menghadapi spectrum ancaman kelompok kriminal bersenjata dengan tetap mempedomani aturan-aturan penggunaan senjata api, seperti Perkap No 1 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, dimana penggunaan senjata api merupakan tahap ke-6 ( tahap terakhir ), dan Perkap No 8 tahun 2009 tentang implementasi HAM dalam pelaksanaan tugas Polri, yaitu ketika terjadi ancaman secara agresif bersifat segera yang mengancam keselamatan jiwa petugas dan masyarakat.

Didalam mewujudkan Harkamtibmas khususnya yang berintensitas dan berkadar tinggi seperti Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), Korps Brimob Polri juga dihadapkan pada tugas penanggulangan konflik sosial berupa huru-hara, tindakan anarki, rusuh masal, sehingga grenade launcher dapat diperlakukan sebagai laras licin yang diisi dengan amunisi gas asap/gas air mata sebagai perlengkapan pasukan PHH dan Anti anarki.

Pada hakikatnya sebuah keniscayaan bahwa Polri perlu dipersenjatai semoderen mungkin, terlebih Brimob, karena Polri harus menjaga stabilitas kamtibmas dalam kondisi apapun termasuk pada saat oknum atau kelompok tertentu yang memilik senjata, seperti yang pernah terjadi di negara kita pada masa lalu yaitu upaya-upaya sejumlah oknum militer untuk melakukan gangguan stabilitas Kamtibmas.

Senjata pelontar pada konsepnya adalah senjata dengan kaliber tertentu yang mampu melontarkan berbagai amunisi. Amunisi pelontar yang dibuat bisa sesuai pesanan mulai dari munisi  latihan  warnanya biru bahan terbuat dari tepung maupun hanya isian peledak primer saja sehingga bila terlontar maka akan meledak saat menghantam sasaran hanya keluar semburan tepung dan letusan kecil saja.

Kemudian isian Anti Personil biasanya warna kuning atau merah atau silver dengan tulisan HIGH EXPLOSIVE atau HE  anti personel yang bila dilontarkan akan meledak bila menghantam benda keras dan akan mengeluarkan serpihan seperti granat tangan dan mematikan bila jatuh dalam radius mematikan biasanya kurang dari 10 meter. Tetapi diluar jarak tersebut biasanya hanya melukai.
Sedangkan terakhir adalah anti material dengan tulisan juga sama HIGH EXPLOSIVE ANTI MATERIAL atau ARMOUR warnanya biasa hitam tergantung pabrik.  Akan meledak bila menghantam benda sangat keras seperti permukaan tank atau lapis baja dengan kekuatan lebih mematikan dan radius melukai juga lebih lebar cuma kelemahannya harus hantam benda keras kalau jatuh di sawah lembek akan pusung atau tidak ledak.

Amunisi yang “disimpan / dititipkan” menurut berita koran ya betul merupakan munisi tajam jenis anti personil karena memang brimob polri butuh untuk operasi penegakkan hukum sekala tinggi menghadapi kejahatan insurjensi dan terorisme. 

Fakta bahwa ketika Brimob beberpa kali kontak  ditemukan senjata sniper berat 12.7mm di Poso, maupun kaliber 7.62 mm yang digunakan KKB di Papua, apalagi ketika mereka berhadapan dengan GAM di Aceh yang lengkap dengan RPG juga, adalah sebagian kecil dari alasan mengapa Polri dan khususnya Brimob harus dipersenjatai dengan canggih, selain karena negara ini pernah mengalami upaya untuk mengganggu pemerintahan yang sah oleh sekelompok oknum militer bersenjata.
Apa istimewanya peluncur granat dan amunisi tajamnya yang melumpuhkan, dibandingkan dengan Tank Scorpion dan Tank Leopard yang jelas sangat mematikan dan jauh lebih mahal dari peluncur granat tersebut?

Jika amunisi dari pelontar granat tersebut diikatakan lebih istimewa dibandingkan dengan peralatan perang atau semjata milik militer Indonesia, saya pikir ini pembodohan publik dan upaya provokasi yang berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahan yang berkuasa sekarang.

Alangkah aneh dan naif bahwa pada Apel Kasatwil Polri di Akpol tanggal 9 Oktober 2017, seolah permasalahan senjata sudah selesai, karena terlihat bahwa mereka yang selama ini “meneiaki” pengadaan peluncur granat Polri, telah bersama para pejabat Polri “cair” dan beramah tamah.
Laku kenapa tiba-tiba hari ini (10/10) ada siaran pers yang mengutik-utik masalah senjata kembali.
Alasan militer menjalankan amanah hukum menyimpan amunisi tajam dari peluncur granat tersebut, juga patut dilihat sebagai upaya pembodohan publik dan upaya provokasi lainnya.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1948 Senjata Api. Pendaftaran. Idzin Pemakaian. Mencabut Peraturan Dewan Pertahanan Negara No. 14 dan menetapkan Peraturan tentang Pendaftaran Dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api.

Pada Pasal 5 ayat (1) jelas diatur bahwa Senjata api yang berada ditangan orang bukan anggauta Tentara atau Polisi harus didaftarkan oleh Kepala Kepolisian Karesidenan (atau Kepala Kepolisian Daerah Istimewa selanjutnya disebut Kepala Kepolisian Karesidenan saja) atau orang yang ditunjukkannya. Sedangkan pada ayat (2) pasal tersebut bahwa Senjata api yang berada ditangan anggauta Angkatan Perang didaftarkan menurut instruksi Menteri Pertahanan, dan yang berada ditangan Polisi menurut instruksi Pusat Kepolisian Negara.

Aturan ini menegaskan bahwa yang mengatur pendaftaran senjata milik Sipil dan Polri adalah Polri, sedangkan TNI hanya mengatur miliknya sendiri.

Kemudian, berdasarkan eraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1960 Tentang Kewenangan Perijinan Yang Diberikan Menurut Perundang Undangan Mengenai Senjata Api, ditegaskan pula sebagai mana dimaksud dalq Pasal 1 aturan tersebut bahwa “Kewenangan untuk mengeluarkan dan/atau menolak sesuatu permohonan perijinan menurut Vuurwapenregelingen A (in-, uit-, doorvoer en lossing) dan B (bezit-, handel en vervoer) 1939, Ordonnantie tanggal 19 Maret 1937 (Staatsblad 1937 No. 170), sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Staatsblad 1939 No. 278) dan Vuurwapenuitvoerings-voorschriften (invoer, uitvoer, doorvoer en lossing, bezit-, handel en vervoer) 1939, Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Staatsblad 1939 No. 279), diberikan kepada Menteri/Kepala Kepolisian Negara atau pejabat yang dikuasakan olehnya untuk itu, kecuali mengenai perijinan untuk kepentingan (dinas) Angkatan Perang, yang diurus oleh masing-masing Departemen Angkatan Perang sendiri”.

Aturan ini semakin menguatkan makna dari aturan sebelumnya (1948) bahwa yang mengatur pendaftaran senjata milik Sipil dan Polri adalah Polri, sedangkan TNI hanya mengatur miliknya sendiri.

Terlebih berdasarkan Penjelasan Pasal 1 Perppu dimaksud bahwa “Ketentuan perijinan mengenai senjata api, obat peledak, mesiu dan lain sebagainya untuk kepentingan (dinas) Angkatan Perang hendaknya diatur dalam lingkungan Angkatan Perang sendiri.

Adapun yang diperuntukkan bagi pribadi anggota Angkatan Perang tetap termasuk bidang kewenangan perijinan seperti untuk umum di luar Angkatan Perang, ialah di bawah Menteri/Kepala Kepolisian Negara”.

Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2010 Tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer Di Luar Lingkungan Kementerian Pertahanan Dan Tentara Nasional Indonesia

Pasal 1 angka 4 telah bertentangan dengan Asas Hukum: Asas lex superior derogat legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah (asas hierarki). – vide Pasal 5 huruf c. Permenhan tersebut juga bertentangan dengan Hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia menurut ketentuan UU No.12 Tahun 2011 – vide Pasal 5 huruf c , Pasal 7 dan Pasal 8 (sebelumnya lihat UU No. 10 Tahun 2004). Kemudian Permenhan tersebut bahkan juga bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1948 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1960

Artinya terhadap senjata milik Polri, tidak ada kewenangan TNI mengawasi dan mengatur kepemilkan serta penggunaan senjata apapun milik non organik-TNI. Karena Permenhan bertentangan dengan UU maka keberlakuan pasal-pasal yang mengatur senjata Polri dan Sipil Wajib dikemsampingkan, Tidak mengikat dan Tidak boleh dijadikan rujukan hukum.

Pasal Permenhan dimaksud harus dipandang batal demi hukum dan Jika masih dipakai, wajib dibatalkan melalui proses hukum atau dengan sukarela oleh pembuatnya. 

Untuk permasalahan ini semua agar Kemenhan segera lakukan revisi / perubahan setidaknya pasal terkait dengan persenjataan yang merupakan kewenangan Polri, serta agar pihak oknum militer yang selalu merasa tidak puas hingga harus memberikan keterangan persnya, agar dengan legowo dan ikhlas menerima kenyataan Supermasi Sipil dan Supermasi Hukum.

Kedepannya, agar segera pemerintah berserta DPR membuat dan mensahkan UU Peradilan Umum bagi anggota Militer yang terlibat permaslahan non militer dan non perang, sebagaimana amanah Tap MPR no 6 dan 7 tahun 2000.

Sehingga akan mudah melakukan audit forensik dan penyidikan terhadap pengadaan dan keberadaan senjata milik militer Indonesia, oleh institusi sipil.

Tidak perlu dihindari juga, mutatis mutandis, audit persenjataan Polri mulai dari pengadaan, penggunaan hingga perawatan, secara bertahap perlu dilakukan oleh Itwasum Polri.

Andrea H. Poeloengan
Anggota Kompolnas

Mencurigakan!! Panglima TNI Larang BPK Audit Anggaran Alutsista Di TNI Senilai Rp 23 Triliun


Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Moermahadi Soerja Djanegara memastikan, pihaknya telah membentuk tim audit investigasi untuk tujuan tertentu alat utama sistem persenjataan (alutsista) di Kementerian Pertahanan. 

"Sudah (dibentuk) ya. Sedang berjalan," ujar Moermahadi di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (10/10/2017). 

Lantaran lagi bekerja, Moermahadi belum mendapatkan laporan terkini soal hasil tim audit investigasi untuk tujuan tertentu alutsista itu. 

Anggota VI BPK Haris Azhar menambahkan, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Menteri Pertahanan Ryamizar Ryacudu awalnya menolak audit alutsista itu. 

Namun, setelah berkoordinasi dengan Presiden Joko Widodo, audit itu akhirnya tetap dilaksanakan. 

"Sebelumnya kan ada larangan dari Panglima atau Kemenhan untuk tidak bisa memeriksa aset senjata yang nilainya sekitar Rp 23 triliun, tahun kemarin. Tapi kita sampaikan ke Bapak Presiden dan Menkeu bahwa kalau ada aset negara satu rupiah pun tidak bisa kami periksa, bisa disclaimer. Akhirnya dipersilahkan," ujar Haris. 

Dalam audit investigasi untuk tujuan tertentu tersebut, kata Haris, sekaligus akan diketahui ada atau tidaknya dugaan penyimpangan anggaran. 

"Itu implikasinya saja. Kami tidak bisa memastikan ada atau tidaknya (dugaan tindak pidana korupsi). Tapi bisa ketahuan," ujar Haris. 

Rencana audit investigasi untuk tujuan tertentu ini telah diungkapkan sejak Mei 2017. 

Anggota I BPK Agung Firman Sampurna menyebut, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang mengajukan permohonan audit tersebut. 

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu kurang setuju atas rencana itu. Menurut dia, Kemhan telah memiliki Inspektorat Jenderal yang bertugas melakukan pengawasan dan pengendalian internal. 

"Kan ada Irjen. Dia yang mengaudit dong," ujar Ryamizard, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (30/5/2017). 

Ia menilai, jika memang ada dugaan penyelewengan dalam pembelian alutsista, sebaiknya Itjen Kemenhan yang mengusutnya. 

"Itu (alutsista) kan sudah ada harga-harganya. Tinggal dilihat saja kenapa berubah, tanya saja," ujar Ryamizard.

sumber :http://nasional.kompas.com/read/2017/10/10/12580271/bpk-audit-anggaran-alutsista-di-tni-dan-kemhan

Senin, 04 September 2017

GP Ansor : Hati Hati Sikapi "Rohingya", Jangan Terprovokasi





Jakarta - Gerakan Pemuda Ansor mengimbau masyarakat Indonesia berhati-hati menyikapi krisis kemanusiaan yang dialami Rohingya di Myanmar. Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas menilai ada indikasi "pemelintiran" isu berlatar geoekonomi tersebut ke sentimen agama yang bisa memicu radikalisme.

"Dalam kaitan isu kemanusiaan tersebut, kami sangat marah karena ada manusia yang sangat kejam terhadap manusia yang lain. Namun yang perlu digarisbawahi, kita tidak boleh salah dalam melihat atas apa yang sebenarnya terjadi di Rohingya," kata Yaqut Cholil Qoumas usai menghadiri Konfercab GP Ansor Cabang Tulungagung di Tulungagung, Minggu 3 September 2017.

Menurut Yaqut, saat ini ada beberapa pihak yang berusaha "menggoreng" dan "memelintir" seolah-olah isu Rohingya semata-mata masalah agama. Di mana kaum muslim diperlakukan semena-mena oleh umat nonmuslim-- dalam hal ini (umat) Budha Myanmar. "Tak seperti itu sebenarnya, menurut kajian kami. Jadi Gerakan Pemuda Ansor ini sudah melakukan kajian yang serius atas apa yang terjadi di Rohingya," katanya.

Yaqut mengatakan, catatan GP Ansor yang sudah melakukan kajian atas krisis Rohingya selama bertahun-tahun, konflik di negara bagian Rakhine, Myanmar dan berbatasan langsung dengan Banglades di Asia selatan tersebut telah tiga kali meletus, yakni mulai 2013, 2016 dan terakhir pecah lagi pada akhir Agustus 2017.

Penelusuran Ansor, papar Yaqut Cholil Qoumas, isu Rohingya bukanlah murni persoalan berlatar agama, tetapi banyak variabel pemicu, dengan faktor dominan masalah ekonomi, terutama potensi tambang minyak dan gas yang sangat masif."Jadi bukan hanya persoalan yang terkait dengan keagamaan. Itu hanya 'cover' (permukaan) saja menurut kajian kami," katanya.

Besarnya potensi tambang minyak dan gas bumi di negara bagian Rakhine yang didiami sebagian besar warga Rohingya itulah yang kemudian menarik minat banyak perusahaan multinasional mulai dari Inggris, Prancis, Malaysia, Brunai, China, Rusia serta sejumlah negara minyak lain untuk saling berebut.

"Banyak sekali negara yang terlibat di sana. Jadi analisa kami, konflik Rohingya ini lebih terkait perebutan 'resources', bukan melulu sentimen agama," katanya.

Selain faktor perebutan sumber daya alam oleh banyak perusahaan multinasional bidang tambang minyak bumi dan gas alam itu masih diperburuk oleh fakta politik dalam negeri Myanmar yang belum sempurna melakukan transisi demokrasi, yakni dari penguasaan junta militer ke pemerintahan sipil di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi.

"Pemerintah Myanmar ini butuh modal besar untuk eksplorasi, setidaknya untuk menambah luasan lahan eksplorasi," katanya.

Keterbatasan modal untuk pengembangan potensi tambang minyak dan gas bumi inilah yang kemudian mendorong pemerintah Myanmar menggunakan opsi kekerasan terhadap warganya sendiri, baik itu komunitas muslim Rohingya maupun umat Budha Rohingya yang berada di negara bagian Rakhine.

Yaqut mengingatkan pemahaman terhadap krisis kemanusiaan agar dilihat secara utuh, tidak sepenggal-penggal apalagi digiring ke arah konflik antaragama di Myanmar, seperti opini yang tengah digoreng kelompok-kelompok tertentu (radikal/ekstremis) di Tanah Air.

"Kita semua harus mengerti anatomi konfliknya seperti apa sehingga nanti penanganan dan penyelesaiannya juga tepat," katanya.

Yaqut secara khusus mengimbau kepada masyarakat muslim Tanah Air yang berempati dan berniat menyalurkan bantuan, terutama dalam bentuk uang ataupun bantuan bahan kemanusiaan lain agar penyalurannya dilakukan secara tepat, melalui wadah yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Karena kami melihat ada indikasi satu kelompok yang memanfaatkan isu ini untuk menggalang dana, lalu bantuan tersebut nantinya disalurkan untuk menyokong kelompok-kelompok separatis di Myanmar, kelompok-kelompok jihadis yang kalau di kita diistilahkan kelompok teroris itu, yang memang banyak ada di Rohingya itu," katanya.

Minggu, 03 September 2017

Hati-Hati Provokasi HOAX: Mengungkap Foto-Foto Palsu Tragedi Rohingya

Hati-Hati Provokasi HOAX: Mengungkap Foto-Foto Palsu Tragedi Rohingya

Pemberitaan tentang derita Muslim Rohingnya belakangan ini kembali menjadi viral di berbagai media sosial, menyusul terjadinya  kekerasan yang dilakukan militer Myanmar kembali dialami oleh warga Muslim Rohingya pada Selasa lalu (25/10). 
 
Sebagaimana diberitakan diberbagai media, pemerintah Myanmar memberlakukan Daerah Darurat Militer di wilayah Rakhine sepekan setelah serangan 9 Oktober yang menargetkan tiga pos polisi. Kendati belum diketahui identitas pasti para penyerang, pemerintah melakukan kampanye militer dan penangkapan di kampung-kampung Muslim.
 
Bahkan, pihak militer dan polisi Myanmar tanpa pandang bulu membunuh warga Muslim Rohingya, membakar dan menjarah rumah-rumah dan desa mereka, dengan dalih mencari penyerang. 
Atas aksi sepihak tersebut, umat Islam di dunia merasa prihatin dan menyampaikan duka sedalam-dalamnya atas penderitaan warga Muslim minoritas etnis Rohingya di negara Myanmar tersebut. Sayangnya, tidak semua berita tentang Muslim Rohingya benar adanya. Tidak sedikit foto-foto yang diunggah sama sekali tidak ada hubungannya dengan kejadian di Rohingya alias hoax.
 
Penindakan semena oleh milter Myanmar terhadap Muslim di Burma (Myanmar) memang benar terjadi, Tetapi beberapa foto yang beredar di internet, baik di Facebook, Twitter dan BBM, ternyata palsu baik disengaja atau salah informasi.
Bahkan bisa jadi hal itu dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab yang dengan sengaja mengedit foto tersebut lalu menyebarkannya dengan mengatakan foto itu adalah kekejaman terhadap Muslim Rohingya. Hal itu sengaja dilakukan hanya untuk memperkeruh keadaan dan memperburuk hubungan antar umat beragama yang selama ini hidup rukun di negara lain.
Berikut ini adalah beberapa gambar yang pernah dan sering beredar yang setelah diselidiki oleh para blogger ternyata hoax:
 
1. Tangan Anak di Myanmar Dilintas Motor?  Benarkah? 
 
Seperti yang terlihat pada gambar, foto hoax ini pertama kali disebarkan oleh seorang facebooker bernama Noe Kholis Faqih, dimana dia menyatakan bahwa foto ini merupakan foto anak-anak Rohingya di Myanmar yang disiksa dengan cara melindas tangan mereka dengan motor.
Tanpa mengecek berita tersebut sebenarnya kita bisa tahu bahwa foto ini tidak menggambarkan situasi di Myanmar. Orang yang membawa motor sama sekali tidak nampak seperti orang Burma (wajah Indo China) melainkan wajah orang Asia Selatan, dan memang benar, seperti yang diberitakan oleh CNN dan BBC, foto tersebut sebenarnya menggambarkan seorang guru bela diri di India yang ingin menguji ketahanan para siswanya dengan cara melindas tangan mereka dengan motor yang kemudian aksi ini banyak dikritik oleh para pakar pendidikan di India dan negara lain. Jadi foto tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan kekerasan terhadap etnis Rohingya.
Ini kejadian yang sebenarnya
2. Muslim Rohingya Korban Pembakaran
 
Foto tersebit dikatakan sebagai korban muslim Rohingya saat kerusuhan di Burma. Padahal kejadian yang sebenarnya mereka  adalah korban ledakan tangki yang terjadi pada tahun 2010 di Sange Congo. Saat itu terjadi peledakan sebuah truk tangki mengangkut bahan bakar terbalik, memancarkan minyak dan meledak hingga menewaskan orang-orang di sekitar hingga menelan korban 220 jiwa.
Ini kejadian yang sebenarnya
 
 
3. Mayat Korban Muslim Rohingya yang terdampar di pantai
 
Ini sebenarnya adalah foto dari perkembangan kasus Pattani di Thailand Selatan pada Oktober 2004. Foto tersebut bukan foto mayat, tapi foto para demonstran muslim yang ditangkap karena dianggap memperkeruh konflik yang ada di sana setelah sebelumnya memang ada ketegangan antara muslim dengan umat buddhist.
 
 
4. Pertikaian dan  Pembantaian umat Islam yang dilakukan oleh Bhiksu
 
Foto ini bukanlah gambar pertikaian apalagi pembantaian umat muslim yang dilakukan oleh bikhu, melainkan foto demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat Burma terhadap pemerintah atas sulitnya biaya hidup terutama karena kenaikan harga BBM di negara tersebut pada tahun 2007. Sumber: Ahrchk | My Sinchew.
 
 
Dan masih banyak lagi gambar lainnya yang tidak terkait dengan Muslim Rohingya yang sengaja diunggah dengan maksud dan tujuan tertentu. Oleh karena itu agar tidak terpancing dan terprovokasi sebaiknya di cek terlebih dahulu sebelum dikonsumsi apalagi disebarkan.
Untuk mengetahui kebenaran gambar, kita bisa langsung tanyakan kepada mereka yang memiliki koneksi kepada orang-orang di tempat kejadian atau media yang bisa dipercaya. Atau salah satu cara untuk melakukan pengecekan gambar dapat melakukan pencarian di Google Images:
Masuk ke situs Google Images
 
Pada kotak pengisian kata kunci ada icon bergambar kamera, klik icon tersebut maka akan muncul pilihan untuk mengisikan URL gambar atau menguploadnya.
Masukan URL gambar atau upload gambar yang ingin dicek, tekan enter maka Google akan menampilkan gambar dengan pola yang mirip atau sama persis beserta

Selasa, 29 Agustus 2017

Kasus Saracen: Eggy Sudjana Kalau Tidak Salah Jangan Takut Panggilan Polisi

Eggi Sudjana, melalui pengacara hukumnya secara resmi telah melaporkan saya ke Bareskrim Polri dengan tuduhan melanggar Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP juncto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (28/8/17).
Terhadap laporan tersebut, saya sampaikan kembali bahwa Insya Allah saya siap lahir batin untuk menghadapi laporan itu, asalkan Eggi Sudjana juga tidak menolak dipanggil oleh Polisi.
Menurut saya, kasus Saracen itu tidak ada kaitan sama sekali dengan soal diskriminasi atau kriminalisasi seseorang atau kelompok tertentu atas pandangan dan sikap politiknya yang berbeda dengan Pemerintah bahkan saya keberatan nama besar Bapak Prabowo Subiyanto diseret-seret oleh Eggi Sudjana dalam kasus ini.
Kasus Saracen ini bukan kejahatan biasa tapi sudah kejahatan luar biasa atas humanity (martabat manusia) yang dampaknya luar biasa buruknya bagi perdamaian dan keutuhan bangsa dan negara NKRI. Sebagai anak bangsa saya berkewajiban untuk menjaga perdamaian, keutuhan bangsa dan negara NKRI dari ulah sekelompok orang yang menyebarkan berita HOAX yang mengandung konten SARA melalui media sosial.
Sikap saya sebagai anak bangsa itu tak akan kendur karena adanya laporan Eggi Sudjana. Tak akan pula menarik dukungan saya kepada Kapolri untuk membongkar habis kasus Saracen ini. Bahkan Saya kasih apresiasi kepada Eggi karena mau menyelesaikan masalah ini secara hukum. Walaupun publik tau bahwa Eggi sedang pake jurus hukum untuk berkelit dari dugaan terlibat di Saracen.
Jika Eggi berani melaporkan saya maka Sebaliknya saya minta kepada Eggi untuk berani juga mematuhi proses hukum yg tengah dilakukan oleh pihak Polri.
Kenapa takut dipanggil polisi kalau tidak bersalah. Saya akan datang memenuhi panggilan polisi karena saya merasa tidak ada yang salah dengan ucapan saya mendukung Kapolri membongkar habis kasus Saracen ini.
Saya mendoakan semoga Eggi Sudjana menjadi Haji Mabrur dan segera kembali ke tanah air.
sumber: https://seruindonesia.com/2017/08/29/ketua-bidang-hukum-seknas-dedy-mawardi-eggi-sudjana-kalau-tidak-salah-kenapa-takut-panggilan-polisi/